procounsel

18

Aug
  • by Admin

Telah Aturan Terhadap Transaksi Mata Uang Virtual (Cryptocurrency) dalam Gratifikasi Sebagai Predcate Crime Tindak Pidaha Pencucian Uang

Perkembangan teknologi finansial, khususnya mata uang virtual (cryptocurrency), telah membawa perubahan signifikan dalam sistem transaksi global. Cryptocurrency menawarkan keunggulan berupa desentralisasi, kecepatan transaksi, dan anonimitas, yang di satu sisi mendorong inovasi ekonomi digital, tetapi di sisi lain berpotensi disalahgunakan untuk kegiatan ilegal, termasuk gratifikasi dan pencucian uang (money laundering). Gratifikasi sebagai bentuk suap atau pemberian tidak sah dalam konteks korupsi seringkali melibatkan2 mekanisme penyembunyian aset, di mana cryptocurrency dapat menjadi sarana yang efektif karena sulit dilacak oleh otoritas pengawas. Di Indonesia, meskipun cryptocurrency telah diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka berdasarkan Peraturan BAPPEBTI No. 8 Tahun 2021, pengaturannya belum secara komprehensif mengantisipasi risiko penyalahgunaannya sebagai predicate crime tindak pidana pencucian uang (TPPU). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) belum secara eksplisit mencantumkan cryptocurrency sebagai instrumen yang rentan digunakan dalam pencucian uang, meskipun prinsip perluasan predicate crime dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU TPPU dapat menjangkaunya. Selain itu, ketiadaan regulasi spesifik mengenai transaksi cryptocurrency dalam gratifikasi menimbulkan tantangan dalam penegakan hukum. Dalam perkembangan kegiatan transaksional dengan cara tukar menukar barang komoditas sebagai alat tukar (barter) mendorong masyarakat untuk menciptakan mata uang sebagai alat tukar yang sah, baik dalam bentuk uang tunai maupun giro. Seiring dengan meningkatnya berbagai layanan fasilitasi bisnis, hal ini juga berdampak pada perubahan sistem pembayaran dan tentunya mempengaruhi pola perilaku ekonomi masyarakat. Kemajuan teknologi dan pengetahuan selanjutnya mendorong ditemukannya mata uang baru seperti uang elektronik yang kini marak, antara lain kartu debit, smart card dan e-cash hingga yang saat ini digunakan yaitu cryptocurrency atau mata uang kripto.1 Salah satu jenis mata uang kripto yang paling terkenal saat ini adalah bitcoin. Keuntungan investasi menggunakan Bitcoin cukup besar jika dibandingkan dengan jenis cryptocurrency lainnya. Popularitas Bitcoin adalah salah satu tonggak kesuksesan keberadaan cryptocurrency didunia Internasional. Satoshi Nakamoto mengumumkan rilis pertama bitcoin menggunakan jaringan peer-to-peer untuk mencegah pengeluaran ganda dan benar-benar terdesentralisasi tanpa server. Untuk mendapatkan uang digital bitcoin ini, memerlukan jaringan internet untuk mengaksesnya, baik dalam melakukan pembayaran pada rekening, mengisi saldo dan juga melakukan transaksi.2 Pembayaran melalui mata uang kripto tidak dilegalkan di Indonesia namun di beberapa situs online tertentu terdapat situs yang menerima pembayaran dengan menggunakan bitcoin diantaranya Amazon.com, Paypal.com, Namecheap.com, dan Wordpress.com dapat melakukan pembayaran dengan Bitcoin. Dalam hukum Indonesia, cryptocurrency lainnya belum diatur dengan undang-undang sehingga hal itu menimbulkan pro dan kontra. Bank Indonesia belum resmi dilegalkan penggunaan dan transaksi dengan cryptocurrency. Berbeda dengan negara lain, Pengguna mata uang kripto di Indonesia terus berlanjut dan berkembang. Peraturan Bank Indonesia yang belum melegalkan bitcoin membuat jumlah pengguna bitcoin menurun. Meski belum legal, tapi masih ada pengguna bitcoin dari Indonesia dan informasi Bitcoin di Indonesia tidak sulit ditemukan.

Mata uang kripto menjadi pilihan sebagai alat untuk melakukan investasi, tetapi juga dengan adannya cryptocurrency menjadi peluang baru untuk melakukan kegiatan kriminal. Maraknya kejahatan yang memanfaatkan teknologi menjadikan praktik kejahatan ini kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku dalam berbagai bentuk kejahatan termasuk kejahatan pencucian uang. Kejahatan sendiri ditetapkan pada Buku II KUHP Pasal 104-488 KUHP, yang menjelaskan bahwa kejahatan sebagai suatu perilaku yang mengandung “onrecht” sehingga perilaku tersebut dipandang sebagai perbuatan yang pantas dihukum.

Berdasarkan Black Law Dictionary, pencucian uang ialah pemindahan atau penanaman dana hasil delik peredaran narkoba, korupsi, atau sumber terlarang lainnya ke saluran yang sah sedemikian rupa hingga sumber yang asli tidak bisa dilacak.4 Delik pencucian uang yakni delik lanjutan dari kejahatan asal, sehingga membuatnya menjadi kejahatan ganda. Kejahatan utama dari tindak pidana ini disebut core crime, predicate offense, unlawful activity, yakni tahap prakriminal di mana uang diproses lewat pencucian uang. Pengelompokan delik asal tersebut ada dalam Pasal 2 UU No. 8/2010.5Delik pencucian uang termasuk dalam golongan kejahatan white collar crime yang menjadikannya sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa), hal tersebut mengacu pada dampak yang diakibatkan oleh pencucian uang yang dapat mengganggu stabilitas keuangan suatu negara serta, keterlibatan banyak pihak dalam kejahatan ini mengakibatkan kejahatan ini menjadi permasalahan yang kompleks.

Delik pencucian uang teridentifikasi lewat tiga tahapan pada praktiknya. Placement yaitu dengan menempatkan uang pada suatu sistem keuangan baik secara fisik dan elektronik, berikutnya adalah tahapan layering, dimana uang tersebut di pindahkan ke berbagai rekening, tahapan terakhir adalah integration yaitu, tahapan menggunakan uang yang sebelumnya telah melalui dua tahapan sebelumnya dan digunakan sekan-akan sebagai uang yang didapatkan secara sah dan diperuntukkan untuk membiayai bisnis-bisnis legal. Untuk menjalankan tiga tahapan ini para pelaku membutuhkan metode atau taktik-taktik baru yang memungkinkan kejahatan ini untuk tidak dapat teridentifikasi, salah satu metode yang digunakan adalah menggunakan kripto atau cryptocurrency.


Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan (statute approach) dan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dari Undang-undang, dan bahan hukum sekunder berbentuk artikel, jurnal, serta skripsi. Metode riset berikut bertujuan untuk menemukan jawaban atas fakta dari suatu fenomena hukum normatif.


back top